Biografi Kahlil Gibran
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfhUZ47d7WGDIxkmT9qhCnOyItWIf1h5SUJKDjzyb9zDQCInKwLnQZ2KfCJGH9Z5hmoQthKKzDOqori7kQS2bqSqNs1we-s9_Q5qee6F-c_fTmP6zA1d_OfM1HRgIPRFQ-pF1eXVAQjKi_/s1600/Kahlil_Gibran.jpg)
Kahlil Gibran adalah
seorang sastrawan yang beraliran romantik. Ia merupakan penyair terkenal dengan
karya-karyanya yang mencerminkan perpaduan antara budaya timur dan barat, penuh
dengan analogi, tidak hanya itu karya-karyanya populer diberbagai belahan
dunia. Karyanya yang terkenal adalah The Prophet. Kahlil Gibran lahir di Basyari, Lebanon, 6 Januari 1883 dari keluarga
Katolik Maronit. Ayahnya bernama Khalil bin Gibran, seorang gembala yang
memiliki kebiasaan memainkan Taoula, merokok pipa air (narjille) dan
ibunya bernama Kamila, adalah anak dari seorang pendeta Maronit, Estephanos
Rahmi, yang berstatus janda sebelum menikah dengan Khalil.
Pernikahan Kamila dengan suami
pertamanya, Hanna Abdel Salam, dikaruniai seorang putra bernama Peter.
Sedangkan dari perkawinannya dengan suami kedua, yaitu Khalil bin Gibran,
Kamila dianugerahi tiga orang anak. Satu anak laki-laki yang bernama Kahlil
Gibran dan dua anak perempuan, yakni Mariana, dan Sultana.
Kahlil Gibran tinggal di Bsharri, sebuah
daerah yang kerap tertimpa musibah bencana alam; badai, gempa, dan petir.
Bencana alam tersebut telah menginspirasinya dalam membuat karya-karyanya
mengenai alam.
Pada saat berusia 10 tahun, Kahlil
Gibran bersama dengan ibunya beserta dua saudaranya pindah ke Boston,
Massachusetts, Amerika Serikat karena kesulitan ekonomi di Lebanon. Di Amerika
ia mulai belajar seni dan memulai karier sastra. Ia bersekolah umum di Boston.
Dua tahun bersekolah di sana bakat kesastraan dan melukisnya mulai menonjol
sejak bersekolah di sekolah umum di Boston pada tahun 1895-1897.
Setelah menyelesaikan pendidikan
dasarnya di Amerika, Kahlil Gibran kembali ke Lebanon untuk mendalami bahasa
Arab dan mengenal banyak karya sastrawan Arab terdahulu. Setelah keinginannya
dikabulkan oleh ibunya, dalam rentang waktu antara tahun 1896-1901, ia menempuh
pendidikan di sebuah sekolah terkemuka, Madrasah Al-Hikmah, yang terletak di
Beirut.
Di Madrasah Al-Hikmah, Kahlil Gibran
belajar Hukum Internasional, Ketabiban, Musik, dan Sejarah Agama. Pada tahun
1898 ia menjadi penyunting pada majalah sastra dan filsafat. Kemampuannya dalam
seni lukis dan didasari dengan kekagumannya pada para pemikir besar Arab yang
diketahuinya, pada tahun 1900 ia membuat sebuah sketsa wajah penyair Islam
periode awal seperti Abu Nawas, al-Farid, al-Mutanabbi, juga para wajah
filsafat seperti Ibnu Sina.
Selama itu pula ada sebuah kenangan
indah yang mempengaruhi jiwanya, yaitu kisah cinta pertamanya dengan Hala
Daher, seorang putri dari sebuah keluarga aistokrat di Lebanon. Olehnya kisah
tersebut diabadikan dalam novelnya, The Broken Wings (1912).
Namun ketidaksetaran status sosial yang membatasi cinta antara keduanya.
Saat berusia 19 tahun setelah
menyelesaikan sekolahnya di Madrasah Al-Hikmah, Kahlil Gibran meninggalkan
Lebanon untuk memperluas ilmu dan mendalami seni lukis, akhirnya ia memutuskan
untuk pergi di Paris. Namun ingatannya tidak pernah bisa lepas dari Lebanon.
Lebanon sudah menjadi inspirasinya. Di Boston dia menulis tentang negerinya itu
untuk mengekspresikan dirinya. Ini yang kemudian justru memberinya kebebasan
untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu.
Kahlil Gibran tinggal selama dua tahun
di Paris. Di kota inilah ia menulis drama pertamanya dari tahun 1901 hingga
1902. Saat berusia 20 tahun, ia membuat karya pertamanya, Spirits
Rebellious ditulis di Boston dan diterbitkan di New York City, buku
yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindirian terhadap sosial, pejabat
tinggi, pengurus keagamaan, dan cintanya yang kandas akibat perbedaan status
sosial. Karena bukunya tersebut, ia dikucilkan dari gereja Maronit dan
diasingkan oleh pemerintah Turki di Lebanon bahkan bukunya dibakar diberbagai
tempat di Beirut.
Saat di Paris Kahlil Gibran menerima
kabar dari Konsulat Jendral Turki, bahwa sebuah tragedi telah menghancurkan
keluarganya. Adik perempuannya yang paling muda berumur 15 tahun, Sultana,
meninggal karena penyakit TBC (Tuber Celulosa). Ia segera
kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang menjadi tumpuan
hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena TBC. Hanya adiknya,
Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan kemiskinan
keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu terjadi
antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Ia dan adiknya harus menyangga sebuah
keluarga yang tidak lengkap ini dan berusaha keras untuk menjaga kelangsungan
hidupnya.
Pada tahun-tahun awal kehidupan mereka
berdua, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Kahlil Gibran dengan biaya
yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss Teahan's Gowns. Berkat kerja keras
adiknya itu, Gibran dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang
masih awal.
Pada tahun 1908 Kahlil Gibran singgah di
Paris lagi. Di sini dia hidup senang karena secara rutin menerima cukup uang
dari Mary Haskell, seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih
tua, namun dikenal memiliki hubungan khusus dengannya sejak masih tinggal di
Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910, ia belajar di School of Beaux Arts dan
Julian Academy. Kembali ke Boston, ia mendirikan sebuah studio di West Cedar
Street di bagian kota Beacon Hill. Ia juga mengambil alih pembiayaan
keluarganya.
Pada tahun 1911 Kahlil Gibran pindah ke
kota New York. Di New York ia bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth
Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan
menulis.
Kahlil Gibran mulai aktif menulis
beberapa artikel yang tersebar di berbagai media massa. Tulisan-tulisannya
mampu mencengangkan pengagum sastra dunia, termasuk kritikus sastra Arab
terkemuka, May Zaidah. Bermula dari polemik di media massa sejak 1912, ternyata
sentuhan cinta keduanya mampu merekatkan jarak Amerika-Arab meski sampai akhir
hayatnya, mereka tidak pernah saling bertemu.
Kisah Cinta Kahlil Gibrain
Kahlil Gibran menjalin kisah cinta
dengan dua wanita yaitu Marry Haskell dan May Zaidah. Mary adalah wanita
Amerika yang umurnya 10 tahun lebih tua dari Gibran dan banyak mewarnai
karya-karyanya. May Zaidah adalah wanita Arab kelahiran Nazareth yang menjalin
hubungan cinta melalui surat-surat sampai akhir hayat Gibran. Hubungan cinta
dengan May digambarkan sangat platonis. Kisah yang tidak terbayangkan karena
Gibran tak pernah mengetahui wajah May bahkan melalui selembar foto.
Akhir Hayat Kahlil Gibran
Kahlil Gibran meninggal dunia di Boston
Amerika Serikat 10 April 1931. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis
hati dan tuberkulosis, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit.
Jenazah Gibran kemudian dimakamkan pada tanggal 21 Agustus di Mar Sarkis
(sekarang Gibran Museum), sebuah biara Karmelit di mana Gibran pernah melakukan
ibadah.
Setelah meninggalnya Kahlil Gibran,
Barbara Young yang mengetahui seluk-beluk studio, warisan dan tanah peninggalan
Gibran, serta secarik kertas yang bertuliskan, "Di dalam hatiku masih ada
sedikit keinginan untuk membantu dunia Timur, karena telah banyak sekali
membantuku.
Komentar
Posting Komentar