Hasil Analisis Studi Kasus


Nama  : Raviatul Firda Afwa
NIM    : 170321100030       
UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH HUKUM DAN ETIKA BISNIS

KASUS 1
Analisis pada kasus Jau Tau Kwan (Dirut PT. DMDT) yang dipersalahkan melakukan tindak pidana hak cipta karena memproduksi kain rayon grey bergaris kuning yang telah dipatenkan PT. Sritex Sukoharjo.  Kain rayon grey bergaris kuning sebenarnya sudah diproduksi secara massal dimana-mana. PT. Sritex Sukoharjo tidak berhak mematenkan atas kain rayon grey bergaris kuning, karena kain grey rayon garis kuning bukan merupakan karya seni terapan yang harus dilindungi oleh hak cipta. Disini Dirjen HAKI dinilai terlalu gegabah dalam memberikan hak paten kepada seseorang yang mengklaim pencipta barang tersebut hanya karena unsur kedekatan. Setahu Jau Tau Kwan, kain grey crayon garis kuning telah lama diproduksi massal oleh berbagai pihak. Ketika memproduksi, Jau mengaku sama sekali tidak tahu bahwa kain tersebut telah dipatenkan oleh PT. Sritex. Pihak Sritex selaku pelapor tidak ada yang bisa memberikan tanggapan atas vonis bebas Jau Tau Kwan. Dirjen HAKI memang telah menyerahkan hak paten kepada tujuh karya yang didaftarkan oleh PT Sritex Sukoharjo. Tujuh karya yang mendapat pengakuan sebagai karya asli Sritex itu adalah seni gambar benang kuning, satu motif loreng, tiga motif loreng digital, logo Sritex, dan logo Sritex Group. Sebaiknya Dirjen HAKI segera mengkaji untuk menarik kembali hak paten yang telah diberikan kepada PT Sritex atas penciptaan kain tersebut. Selain itu, Dirjen HAKI juga harus mengkaji ulang sejumlah hak paten yang telah terlanjur diberikan kepada sejumlah pihak atas barang-barang atau produk-produk yang telah diproduksi massal karena sudah menjadi domain publik.
KASUS 3
Analisis pada PT. Nissan Motor Indonesia (PT NMI) dengan konsumen yang bernama Milla. PT. Nissan mengalami krisis di seluruh dunia termasuk Indonesia, sehingga membuat PT NMI tidak lagi memperhatikan etika dalam berbisnis. Pada tahun 2010 Nissan mengeluarkan sebuah produk terbarunya “Nissan March”. PT NMI tidak menyadari bahwa kegiatan promosi yang mereka lakukan dilarang UUPK, sehingga konsumen mengalami kerugian terhadap salah satu produk Nissan March di Indonesia. Dalam Pasal 9 ayat (1) UUPK ini, diatur megenai larangan untuk melakukan penawaran, promosi, periklanan barang dan/atau jasa secara tidak benar. Dalam kasus ini diketahui bahwa  PT. NMI berusaha untuk menarik minat konsumen dengan menawarkan sesuatu yang belum pasti dengan dinyatakan bahwa klaim konsumsi bahan bakar minyak mobil Nissan March sebanyak 21,8 km/liter pada iklannya. Pengaturan mengenai tanggung jawab pelaku usaha yaitu tercantum dalm Pasal 19 UUPK, dimana dalam Pasal 19 ayat (1) UUPK dinyatakan bahwa “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Tetapi, pelaku usaha selalu menolak keputusan BPSK dengan mengajukan permohonan keberatan. Inkonsistensi putusan BPSK yang terdapat dalam UUPK dan Keputusan Menperindag menandakan lemahnya aturan mengenai perlindungan konsumen di Indonesia.  Pada pasal dalam UUPK yang mengatur tentang BPSK terdapat beberapa cacat substansial, maka untuk tujuan melindungi konsumen sulit untuk tercapai. Seharusnya ada upaya dari pemerintah untuk memperhatikan segala jenis peraturan mengenai perlindungan konsumen agar BPSK tetap konsisten dan memiliki kekuatan untuk eksekutorial yang tetap.
KASUS 5
Analisis pada Produsen teh PT Sariwangi Agricultural Estates Agency (Sariwangi A.E.A) dan anak usahanya PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung (Indorub), dinyatakan pailit oleh pengadilan berikut analisa kasus PT Sariwangi Agricultural Estates Agency (Sariwangi A.E.A) menurut hukum kepailitan bisnis. Dua perusahaan tersebut telah melakukan ingkar janji atau wanprestasi terhadap perjanjian perdamaian atau homologasi dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terdahulu. Wanprestasi yang terjadi karena kedua PT telah lalai melakukan pembayaran cicilan utang bunga sampai jatuh tempo yang diberikan. ICBC menyatakan perjanjian homologas batal, dan termohon 1 (PT Sariwangi) dan termohon 2 (PT Indorub) pailit dengan segala akibat hukumnya. Sariwangi tidak pernah hadir sepanjang proses persidangan, selama sidang  berlangsung hanya pihak dari PT Indorub yang hadir. Pihak PT Indorub mengaku menolak atas gugatan dari ICBC, karena PT Indorub mengaku sudah melakukan pembayaran utang bunga. PT Indorub tetap melanjutkan proses hukum supaya bisa mendapatakan kejelasan atas kedudukan debitur yang masih melakukan kewajibannya membayar utang. Tetapi pihak ICBC tetap mempertahankan gugatannya karena tindakan Sariwangi dan Indorub yang ingkar janji bukan sekedar lalai pada kewajibannya membayar utang bunga melainkan juga tenggat waktu pembayaran utang tersebut, jadi menurut pihak ICBC mereka sudah sesuai dengan ketentuan hukum kepailitan. Meskipun PT Sariwangi dan PT Indorub sudah melakukan pembayaran utang tetapi masih tetap dinyatakan pailit. Sengketa utang-piutang Sariwangi dan Indorub dimulai ketika proses PKPU keduanya berakhir damai. Setelah waktu tenggang selama enam tahun pasca homologasi, utang pokok Sariwangi dan Indorub baru akan dibayar. Sedangkan utang bunga harus langsung dibayar tiap bulan selama delapan tahun pascahomologasi. Jika  Sariwangi tidak membayar utang bunga, jadi Indorub terkena getahnya untuk membayar berdasarkan cross default yaitu perjanjian tanggung menanggung.



Komentar

Posting Komentar