Risiko pada Industri Peternakan
Agribisnis peternakan bertujuan untuk
memaksimalkan keuntungan dengan cara meminimalkan risiko dalam setiap usaha,
besar kecilnya keberhasilan sangat terkait erat dengan risiko. Dalam norma
bisnis, semakin besar peluang untuk berhasil maka semakin besar pula risikonya
makanya ada istilah high risk high return. Produksi pertanian termasuk di
dalamnya peternakan berfluktuasi secara musiman dan secara finansial
dipengaruhi oleh fluktuasi harga. Ketidakpastian harga ini sulit diprediksi
secara tepat, karena kompleksnya faktor penyebabnya, ada yang disebabkan oleh
ulah spekulan yang cenderung mencari keuntungan yang besar, ada juga yang
disebabkan oleh rantai pemasaran yang panjang. Pertimbangan risiko merupakan
suatu hal yg penting dalam mengevaluasi berbagai kebijakan ekonomi peternakan. Terkait
kebijakan, pemerintah bisa menerapkan kebijakan harga dasar yg membantu produsen,
dan kebijakan HET untuk membantu konsumen akhir. Petani bisa meminimalisir
risiko harga misalnya dengan cara bermitra, seperti kemitraan inti plasma. Bisa
juga menguatkan kelembagaan misalnya membentuk kelompok tani yang tidak sekedar
nama tapi benar-benar berjuang agar harga di tingkat petani tidak selalu
ditentukan oleh tengkulak.
Faktor
risiko di bidang peternakan berasal dari:
•
Produksi
•
Harga
dan pasar
•
Usaha
dan finansial
•
Teknologi
•
Kerusakan
•
Faktor
manusia
Seorang petani untuk memutuskan pilihan bisa
dibedakan menjadi 3 sifat:
a.
Risk averse/ seeker (petani takut ,enggan atau tidak suka risiko)
b. Risk
neutral (petani tidak
terpengaruh risiko atau tidak mempedulikan risiko)
c. Risk lover/
preferer (petani suka
atau berani menanggung risiko)
Metode Pengukuran Risiko
1. Mengukur nilai harapan atau Expected
Value dari keuntungan/pendapatan
Semakin tinggi varians laba maka semakin tidak
baik sebab semakin tinggi expected
varians dari error sangat berbahaya
bagi prediksi atau varians
semakin lebar berarti tingkat kesalahan semakin besar.
2.
Mengukur
tingkat risiko pendapatan dianalisis dengan menentukan besarnya koefisien variasi (KV)
Hasil
penelitian Kimbal (Chen et al, 1999; Amir et al, 1989,) menunjukkan
bahwa risiko pendapatan dapat diukur dengan besarnya varians dan standar
deviasi. Semakin besar nilai KV menunjukkan bahwa risiko yang harus
ditanggung peternak semakin besar dibandingkan dengan keuntungannya
(Syamsuddin, 2004).
Alternatif
pengambilan keputusan dalam
analisis risiko dan ketidakpastian (Downey et al, 1987):
1.
Wald (strategi maksimin): Penentuan strategi dengan menentukan
hasil terburuk dari setiap tindakan, kemudian
memilih yang terbaik dari antara yang terburuk.
2.
Maksimax:
Penentuan strategi dengan memilih kondisi yang terbaik dari
kondisi yang terbaik atau sikap
optimis karena mengabaikan
kejadian terburuk yang mungkin
akan selalu terjadi.
3.
Hurwich
(strategi alfa): Perlu memilih koefisien optimisme dan pesimisme
dimana besarnya koefisien tergantung tingkat optimisme/pesimisme seorang
manajer: 0 < α < 1.
Misal koefisien optimisme = α (0,6)
dan koefisien pesimisme (0,4), maka:
E (A1) = 0,6 (12) + 0,4 (1) = 7,6 (yang dipilih)
E (A2) = 0,6 (10) + 0,4 (-1) = 5,4
E (A3) = 0,6 (7) + 0,4 (3) = 5,6
4.
Savage (strategi ketidak beruntungan minimaks): Menetapkan kriteria ketidak beruntungan
yang merupakan biaya kesempatan (biaya oportunitas). Ketidak beruntungan merupakan perbedaan absolut antara hasil taruhan dari tindakan tertentu dengan hasil taruhan tertinggi yang terdapat
pada keadaan perekonomian. Masing-masing tindakan dihitung ketidak beruntungan
maksimum dan kemudian memilih tindakan yang menghasilkan ketidak beruntungan
terkecil diantara yang maksimum.
5.
Laplace/Bayesian: mengasumsikan bahwa probabilitas dari setiap keadaan perekonomian dalam kondisi berimbang (strategi jangka panjang). Jika keadaan
perekonomian dikenakan probabilitas yang sama sebesar 0,33 maka:
E(A1) = 0,33 (12) +0,33 (6) + 0,33 (1)
= 6,33 (yang dipilih)
E(A2) = 0,33 (8) + 0,33 (10) + 0,33
(-1) = 5,67
E(A3) = 0,33 (4) + 0,33 (3) + 0,33 (7)
= 4,67
Studi Kasus
Analisis Risiko Karena Penggunaan
Teknologi Baru
- Efek
crossbreeding pada bangsa kambing lokal dan kambing impor . Kambing
impor memberikan rata-rata 2,3 anak kambing selama penelitian 8 tahun.
Pada kondisi buruk kambing lokal menghasilkan 0.97 anak kambing.
- Pemberian
vaksin diduga berpengaruh pada peningkatan produksi susu sapi. Pilihan kemungkinan
berhasil = 70 %,
peningkatan produksi susu = 15%, pada kondisi terburuk terjadi penurunan
produksi s.d. 40%. Harga susu Rp. 30.000,00/ kg. Peternak menggunakan 2
sapi sebagai bahan percobaan. Sapi pertama rata-rata menghasilkan susu
sebesar 56 kg/ minggu, sapi ke-2 rata-rata menghasilkan susu sebesar 43
kg/ minggu.
EV = CY [ (PS x PG) – (PF x PL)]
Keterangan :
EV = Expected Value (nilai harapan)
CY = hasil sekarang
PS = probabilitas sukses
PG = % keuntungan
PF = probabilitas
kegagalan
PL = % kerugian
EV Sapi 1=
CY [ (PS x PG) – (PF x PL)]
= 56 kg/ minggu [(0,7 x
0,15) – (0,3 x 0,4)]
= 56
kg/ minggu (0,105 – 0,12)
= -0,84
kg/ minggu
EV Sapi 2 =
CY [ (PS x PG) – (PF x PL)]
= 43 kg /minggu [(0,7 x 0,15) – (0,3
x 0,4)]
= 43 kg /minggu (0,105 – 0,12)
= -0,645 kg/ minggu
Harga susu Rp 30.000/kg, maka nilai
pendapatan peternak dari :
Sapi 1 = Rp. 30.000,00/ kg X – 0,84 kg/ minggu = Rp. -25.200,00/ minggu
Sapi 2 = Rp. 30.000,00/ kg X – 0,645 kg/minggu = Rp. -19.350,00/ minggu
Nilai EV yang negatif pada kedua sapi
menunjukkan kerugian secara finansial bagi peternak. Jika EV positif maka
peternak akan menerima teknologi pemberian vaksin.
Komentar
Posting Komentar